Jenis-jenis Sopir Angkutan Umum di Jakarta

Buat kalian yang pernah berkendara di Jakarta, pasti pada pernah dibikin kesal oleh ulah angkutan umum di jalanan. Entah itu angkot, Kopaja, Koantas, Metro Mini atau bus gede. Ada aja kelakuan mereka, misal: berhenti mendadak pas di belakang ada kendaraan lain, berhenti di belokan yang di belakangnya lagi macet, jalan pelan pas arus lalu lintas lengang, atau justru ngebut dan ugal-ugalan pas jalanan padat. Antiteori memang terkadang kelakuan mereka.

Nah, berdasar pengalaman itu, saya pun memberanikan diri menulis artikel opini yang berjudul: ‘Jenis-jenis Sopir Angkutan Umum di Jakarta‘. Tujuan tulisan ini adalah memberi sumbangsih kepada Pemda DKI, semoga nanti pemerintahan baru ibu kota bisa lebih mudah mengatur transportasi umum Jakarta, karena saya telah mencoba memetakan masalahnya (Tapi jujur, saya tidak dibayar satu pasangan calon Gubernur DKI pun untuk menulis ini).

Untuk memperdalam tulisan, saya observasi dengan cara jurnalisme partisipatif. Saya terjun langsung ke lapangan, melihat realitas sebenarnya, demi terwujud tulisan yang komprehensif, tulisan yang ber-Ketuhanan Yang Maha esa, ber-Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, yang menjunjung Persatuan Indonesia, ber-Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmad kebijaksanaan dalam permusayawaratan perwakilan, serta tulisan yang ber-Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Amiiiinn…

Lengkap sudah dasar-dasar dan alasan saya untuk menulis artikel ini. Dengan begitu, saya akan mulai menjabarkan jenis-jenisnya:

1. Sopir yang baik
Percaya gak percaya, sopir jenis ini memang masih ada di Jakarta yang katanya ‘ganas’.
Kenapa saya bisa berkata seperti itu? Karena saya memang benar-benar menemukannya.

Sopir jenis ini biasanya bertampang memelas, kurus, rambut dipotong rapih dan klimis, meski standar klimisnya tidak akan seperti anggota DPR kita: Adrian Maulana atau Primus Yustisio.
Percayalah, demi Tuhan, supir yang ganteng seperti mereka hanya ada di FTV SCTV.

Sopir baik ini biasanya hanya menyetir angkutan kota alias angkot. Sepengamatan saya, mereka tidak melanggar lampu lintas dan kebut-kebutan. Mereka memang masih suka berhenti mendadak atau asal-asalan. Tapi itu bukan kemauan mereka sendiri. Sikap itu cenderung karena sikap penumpang mereka yang bebal, yang tidak bisa membaca situasi lalu lintas. Misal, pas lagi rame, itu penumpang minta berhenti. Mau gak mau, tuh sopir berhenti dong. Daripada digaplok penumpang (kalau penumpang laki), atau diomelin (kalau penumpang perempuan). Ya, minimal nanti si penumpang lempar duit bayaran angkot ke dasbord atau kursi, meski tangan si sopir sudah menyambut plus melempar tatapan sopan.

Jika terpaksa berhenti pas jalanan ramai dan di belakang pada klakson, sopir jenis ini biasanya masih memiliki tanggungjawab sosial lalu lintas, dengan berkata: “Ayo, Buk”, “Agak cepat ya, Buk”, menyuruh penumpangnya segera turun, tapi tetap dengan tatapan khawatir takut penumpang kepentok atap angkot karena buru-buru, atau kepeleset pas turun angkot.

Bisa ditemukan di?
– umumnya sopir jenis ini ada di trayek yang melewati pasar atau tempat keramaian yang isinya banyak orang tua. Misal: angkot yang lewatin Pasar Palmerah, atau angkot ke Kampung Melayu.

Asal wilayah?
– tanpa bermaksud rasis, saya menuliskan asal wilayah atau suku, agar itu tadi, membantu Pemda DKI memetakan masalah. Kan beda daerah, beda pendekatannya.

– umumnya berasal dari Jawa atau Sunda.

Cara antisipasi?
– ya, pemda kayaknya kasih pemahaman dan tertib lalu lintas ke penumpang. Bagus juga tuh, kalau orang bisa ditilang, tak hanya angkutannya.

2. Sopir Alay
Sangat mudah menemukan sopir jenis ini di Jakarta sebenarnya. Tampang mereka kayak personil Kangen Band di awal-awal kemunculan mereka deh. Dekil, rambut poni gak jelas, kadang panuan, nyetir sambil rokok, dan suka ngeluarin kepala di kalau lagi berhenti sambil manggil penumpang.

Jangan berharap lebih dari sopir jenis ini. Kelakuan mereka benar-benar minus! Kalau kalian kesal, lalu memaki sopir jenis ini dengan kalimat, misal: “Bangs*t, lu!”, atau “Mikir dong! Macet, kont*l!”, percayalah, itu tidak berguna.

Saya pernah mencobanya, lalu si sopir dengan muka polos hanya membalas dengan: “Bodo!”, sambil tetap ngetem dan terus bikin macet.

Analisa saya terhadap sopir jenis ini adalah? Mereka merasa keren kalau bisa myetir mobil. Mereka juga norak karena selama ini tak pernah nyetir mobil. Pas punya mobil, eh dapetnya angkutan umum.

Bisa ditemukan di?
– bersyukurlah! Sopir jenis ini bisa ditemukan di seluruh wilayah Ibu Kota. Biasanya mereka nyetir Kopaja, Koantas, Metro Mini dan angkot. Tak ada yang nyetir bus gede.

Asal wilayah?
– dibilang betawi juga bukan, karena setahu saya orang Betawi tak minat jadi sopir angkot. Betawi lebih suka jaga lahan atau jaga parkir di 711, Alfamart atau Indomart. Lebih tepat disebut mungkin remaja-remaja yang lahir dan besar di Jakarta.

Cara antisipasi?
– mau gak mau harus ditertibin. Lagipula mereka kebanyakan bukan sopir asli, tapi cuma sopir tembak.

3. Sopir tua Alay
Kalau jenis ini biasanya yang nyetir bianglala, atau bus-bus gedee lain. Misal 213, 64, dsb. Tapi beberapa ada juga yang nyetir Kopaja, Koantas, atau metro Mini. Jenis ini sebenarnya tidak seberbahaya jenis sopir alay. Mungkin karena faktor usia mereka yang sudah tua. Atau dulunya sih memang alay, tapi udah dewasa karena punya anak bini.

Masih ingat kejadian bus mayasari bhakti yang nabrak motor di lampu merah Slipi? Nah, supir jenis ini nih yang bikin masalah. Sisa-sisa alaynya masih ada, jadi kadang masih terobos lampu merah, kadang masih suka ngetem asal-asalan. Gak sadar kalau doi tuh nyetir mobil yang gede.

Karena sudah tua, wajah dan perawakan mereka ya kayak Bapak-bapak. Tapi jangan keburu ngira Bapaknya kayak Ray Sahetapi atau Roy Marten. Jauuh!!
Jenis ini umumnya agak dekil, pakai anduk di leher, beberapa kumisan dan mayoritas buncit. Ya, mirip-mirip Sutan Bathoegana atau Anis Mata lah.

Bisa ditemukan di?
Karena bus gede ngelayanin trayek jauh, ya jadi mereka nyetirnya jauh-jauh. Tapi di Thamrin atau Sudirman banyak lewat tuh. Kalau sore, jam pulang kerja, udah kayak pepes tuh penumpang di dalam. Soalnya, mski udah penuh, penumpang yang nyetop tetap disuruh naik.

Asal wilayah?
Batak ada! Jawa ada! Minang ada!

Cara antisipasi?
Kalau dikasih penyuluhan kayaknya udah gak guna ya? Otaknya udah bebal. Jadi ya, musti ditertibkan lah.

Nah, itu beberapa jenis supir angkutan umum di Jakarta yang saya temukan. Semoga bermanfaat, jadi kalian bisa antisipatif dalam perjalanan.

Salam,
:))

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s