Cinta Buta

IMG_1494.PNGPenggemar sepak bola Indonesia itu penuh cinta. Coba saja tengok stadion di kota kecil yang penuh saban pertandingan liga dihelat. Meski kualitas permainannya jauh di bawah Liga Spanyol, Inggris, atau Italia, yang datang tetap bejibun.

Bahkan ketika para pemain tim yang dipuja berkhianat dengan bermain peran sebagai gajah di lapangan hijau, mereka tetap dibela. Semua karena cinta.

Cinta juga yang membuat tim Merah-Putih tetap laku di televisi. Entah sudah dalam berapa turnamen mereka gagal. Beragam cara pula mereka kalah. Toh, dukungan tetap saja mampir.

Katanya, Persatuan Sepak bola Seluruh Indonesia alias PSSI boleh saja dibenci. Namun timnas, ya, tetap harus didampingi! Namanya juga cinta…

Di Piala Federasi Sepak bola Asia Tenggara lalu, Indonesia lagi-lagi gagal di fase grup. Mengulangi catatan dua tahun lalu di Malaysia. Namun kami –saya dan penggemar lainnya– tetap menunggu kiprah mereka di turnamen serupa dua tahun mendatang. Mudah-mudahan saja nanti bisa juara. Itulah cinta…

Gagal. Mungkin pula ini takdir Tuhan. Setidaknya itu penilaian Nilmaizar, mantan pelatih tim nasional senior Indonesia. Dua tahun lalu, ketika ditanya salah seorang wartawan Singapura ihwal kenapa Indonesia tak pernah juara di level Asia Tenggara meski punya banyak pemain bertalenta menawan, demikian jawabannya.

Konon, Tuhan memang punya jalan yang terkadang sulit dicerna manusia. Karena, konon lagi, manusia terlalu bodoh untuk merasa bahwa keinginannya sejalan dengan kebutuhan. Nah, ini barangkali maksud Tuhan untuk tim Indonesia.

Tuhan takut jika kami –saya, penggemar lain, dan PSSI– ternyata belum kuat mental menerima kenyataan bahwa Garuda perkasa. Karena pada dasarnya bahagia memang berpotensi menggelincirkan manusia dalam sifat jemawa.

Jadi, mari anggap ketetapan ini sebagai kebaikan. Tuhan tidak jahat. Dia sepertinya paham. Karena untuk sekedar memaknai cinta kepada sepak bola, kami ternyata masih saja buta.

(AF)

One thought on “Cinta Buta

Leave a reply to Perspektif Cancel reply